Jumat, 16 April 2010

saat SMA

Hari ini tadi browsing ngeliat facebook saya yang beberapa lama ini gak sempet dimaintain…. ngeliat kawan lama saat di SMA yang juga sudah berfriendster… lucky dan BudiMah

Jadi inget waktu SMA lagi… eh trus dapet foto ‘genk’ waktu di SMA… gak bermaksud nge-genk sih… cuma waktu itu kalo ke kantin sering bareng-bareng… alias sama-sama pada minta ditraktir… hwalah… he he he…

Kalau versi pelajarnya… genk ini adalah kawan belajar bersama… eskul bersama…. cieee…O ya… kami dulu SMA di SMA Negeri 1 Denpasar…

Sejak lulus dari SMA masing-masing kami terpaksa harus berpisah untuk mengejar cita-cita yang kebetulan nggak sama lokasi sekolahnya… doh… kalau ini nggak kompak ya… Karena rupanya setelah beberapa lama bersama semasa sekolah cita-cita tidak jadi sama kok…



Kamis, 15 April 2010

belajar……

saya belajar bahwa saya ini hanya makhluk yang lemah masih banyak kekuraagn dalam diriku maka saya selalu memerlukan bantuan orang. saya belajar bahwa hidup ini banyak masalah, menghadapi hidup sendiri adalah masalah. Oleh karena itu aku tak akan pernah berputus asa, selama aku masih bisa beribadah kepada Allah.

saya belajar bahwa ada satu rahasia di luar akalku…..Aku ikhlaskan semua qadha dan qadharku, karena aku percaya itu terbaik buatku.

saya belajar untuk mencintai, mencintai keluarga, orang tua, sahabat - sahabat tercita. karena aku peduli….peduli agar bisa menjadi yang lebih baik untuk diriku sendiri dan untuk semua saudaraku.

saya belajar bukan karena aku suka bukan juga karena baik, tapi karena benar. Jika hanya karena suka saja, apa bedanya diriku sekarang dengan diriku saat masih bayi. Jika karena baik saja, baik menurutku belum tentu baik dalam pandangan Allah. tapi aku melakukan karena benar, benar menurut perintah agama yang kuyakini, karena agama ini adalah taggung jawabku sendiri, bukan tanggung jawab orang tuaku lagi.

saya belajar untuk menjaga hati ini, karena aku tidak ingin hatiku keras yang bisa menutup kebenaran yang datang, yang bisa membuatku terhina di hadapan yang Maha dasyat azabnya.

saya masih belajar dan masih terus akan belajar, bahwa sesuatu yang biasa (adat / kebiasaan) itu tidak akan merubah yang haram menjadi halal, bahwa perkara yang haram tidak akan berubah menjadi halal, meski niatnya karena Allah. Bahwa yang haram itu selamanya tidak berubah mejadi halal. Bahwa, masih ada hidup sesudah mati dan bahwa Allah Maha Melihat.

Saat diriku hadir di dunia ini mungkin orang sekelilingku tertawa gembira. Sementara diriku menangis. Dan saat diriku meninggalkan dunia nanti ada airmata yang menetes atau tidak, aku ingin diriku tersenyum Allahumma amiin.

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" QS Ibrahim : 7

wanita


Ketika Tuhan menciptakan wanita, DIA lembur pada hari ke-enam.
Malaikat datang dan bertanya,”Mengapa begitu lama, Tuhan?”
Tuhan menjawab:
“Sudahkan engkau lihat semua detail yang saya buat untuk menciptakan mereka?"
“ 2 Tangan ini harus bisa dibersihkan, tetapi bahannya bukan dari plastik. Setidaknya terdiri dari 200 bagian yang bisa digerakkan dan berfungsi baik untuk segala jenis makanan. Mampu menjaga banyak anak saat yang bersamaan. Punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan… , dan semua dilakukannya cukup dengan dua tangan ini ” Malaikat itu takjub.“Hanya dengan dua tangan?….impossible! “Dan itu model standard?! “Sudahlah TUHAN, cukup dulu untuk hari ini, besok kita lanjutkan lagi untuk menyempurnakannya“.“Oh.. Tidak, SAYA akan menyelesaikan ciptaan ini, karena ini adalah ciptaan favorit SAYA”. “O yah… Dia juga akan mampu menyembuhkan dirinya sendiri, dan bisa bekerja 18 jam sehari”. Malaikat mendekat dan mengamati bentuk wanita-ciptaan TUHAN itu. “Tapi ENGKAU membuatnya begitu lembut TUHAN ?”
“Yah.. SAYA membuatnya lembut. Tapi ENGKAU belum bisa bayangkan kekuatan yang SAYA berikan agar mereka dapat mengatasi banyak hal yang luar biasa.“ “Dia bisa berpikir?”, tanya malaikat. Tuhan menjawab: “Tidak hanya berpikir, dia mampu bernegosiasi." Malaikat itu menyentuh dagunya….
“TUHAN, ENGKAU buat ciptaan ini kelihatan lelah & rapuh! Seolah terlalu banyak beban baginya.” “Itu bukan lelah atau rapuh….itu air mata”, koreksi TUHAN “Untuk apa?”, tanya malaikat

TUHAN melanjutkan: “Air mata adalah salah satu cara dia mengekspressikan kegembiraan, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaan dan kebanggaan.”

“Luar biasa, ENGKAU jenius TUHAN” kata malaikat.

“ENGKAU memikirkan segala sesuatunya, wanita- ciptaanMU ini akan sungguh menakjubkan!"

Ya mestii…! Wanita ini akan mempunyai kekuatan mempesona laki-laki. Dia dapat mengatasi beban bahkan melebihi laki-laki. Dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri. Dia mampu tersenyum bahkan saat hatinya menjerit. Mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan. Dia berkorban demi orang yang dicintainya.Mampu berdiri melawan ketidakadilan.Dia tidak menolak kalau melihat yang lebih baik. Dia menerjunkan dirinya untuk keluarganya. Dia membawa temannya yang sakit untuk berobat.Cintanya tanpa syarat. Dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang. Dia girang dan bersorak saat melihat kawannya tertawa . Dia begitu bahagia mendengar kelahiran.Hatinya begitu sedih mendengar berita sakit dan kematian.Tetapi dia selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup.Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka. Hanya ada satu hal yang kurang dari wanita:

kadang dia lupa betapa berharganya dia…

Senin, 12 April 2010

Pesan sang Ibu

Pesan sang Ibu :
Tatkala aku menyarungkan pedang
Dan bersimpuh di atas pangkuanmu,
Tertumpah rasa kerinduanku pada sang Ibu

Tangannya yang halus mulus membelai kepalaku,
bergetarlah seluruh jiwa ragaku
Musnahlah seluruh api semangat juangku
Namun sang Ibu berkata” Anakku sayang, apabila kakimu sudah melangkah di tengah padang, tancapkanlah kakimu dalam2 dan tetaplah terus bergumam sebab gumam adalah mantra dari dewa-dewa, gumam mengandung ribuan makna.”

“Apabila gumam sudah menyatu dengan jiwa raga, maka gumam akan berubah menjadi teriakan-teriakan. Yang nantinya akan berubah menjadi gelombang salju yang besar yang nantinya akan mampu merobohkan isrtana yang penuh kepalsuan gedung-gedung yang dihuni kaum munafik”

“Tatanan negeri ini sudah hancur Anakku”
“Dihancurkan oleh sang penguasa negeri ini
Mereja hanya bisa bersolek di depan kaca tapi membiarkannya punggungnya penuh noda dan penuh lendir hitan yang baunya kemana mana
Mereka selalu menyemprot kemaluannya denang parfum luar negeri
Di luar berbau wangi di dalam penuh dengan bakteri
Dan hebatnya sang penguasa negeri ini pandai bermaniin akrobat
Tubuhnya mampu dilipat-lipat yang akhirnya. pantat dan kemaluannya sendiri mampu dijilat-jilat

Anakku....
apabila pedang sudah dicabut janganlah surut janganlah bicara soal menang dan kalah, sebab menang dan kalah hanyalah mimpi-mimpi, mimpi-mimpi muncul dari sebuah keinginan,
Keinginan hanyalah sebuah khayalan , yang akan melahirkan harta dan kekuasaan.
Harta dan kekuasaan hanyalah balon-balon sabun yang terbang di udara
Anakku asahlah pedangmu, ajaklah mereka bertarung di tengah padang, lalu tusukkan pedangmu di tengah-tengah selangkangan mereka. Biarkan darah tertumpah di negeri ini”
Satukan gumammu menjadi revolusi!!!

Benarkah Mayoritas itu Pasti Benar?

Baru-baru ini aku berdialog di facebook dengan salah seorang teman. Dialog itu berawal saat seorang teman bertanya tentang sunni syiah. “Bukankah sunni dan syiah itu berbeda aqidah?” tanyanya.

Diskusi pun berjalan tidak seperti yang saya inginkan. Karena aku berharap dalam diskusi itu, masing-masing pihak mengajukan argumen dengan Al-Qur’an dan hadits, tetapi faktanya, lawan diskusiku tidak satupun mengutip ayat Al-Qur’an dan hadits sebagai landasan argumennya. Ia hanya berbicara soal kesesatan syiah, bahwa saya harus belajar dari ulama sunni, yang semuanya saya pikir lebih mengarah pada argumen ngawur.

Sampai pada akhirnya dia mengatakan bahwa jika Syiah itu benar, tentunya mayoritas umat Islam memeluk mazhab Syiah donk. Tetapi pada faktanya, jumlah umat Sunni lebih banyak, maka itulah yang benar.

Menurutku, dia telah terjebak pada pola pikir yang salah. Menganggap bahwa pihak yang benar itu adalah pihak yang memiliki jumlah massa yang banyak. Hampir mirip-mirip ama paham demokrasi. Yang paling banyak mendapatkan suara, itulah yang dianggap pantas untuk memimpin suatu komunitas, kelompok, atau negara.

Pola pikir seperti itu, tidaklah sesuai dengan Al-Qur’an. Karena pada faktanya, Al-Qur’an mengatakan bahwa hanya sedikit saja orang yang benar.

“…Sesungguhnya (Al Qur’an) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (QS Huud ayat 17)

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu”, kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (QS Al-Baqarah 243)

“Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu.” (QS Az-Zukhruf 78)

Jadi, mayoritas itu belum tentu benar. Bahkan menurut Al-Qur’an, hanya sedikit saja orang yang beriman, bersyukur, dan cinta terhadap kebenaran.

PENJARA PIKIRAN

Seekor belalang telah lama terkurung di dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya, dengan gembira dia melompat-lompat menikmati kebebasannya. Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain, namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan penasaran dia menghampiri belalang lain itu dan bertanya, “Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dariku, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia maupun ukuran tubuh?”

Belalang itu menjawabnya dengan pertanyaan, “Di manakah kau tinggal selama ini?
Semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan.”

Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang telah membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang
sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu,
kegagalan beruntun, perkataan teman, tradisi, dan kebiasaan bisa membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi kita. Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang mereka voniskan kepada kita tanpa berpikir dalam-dalam bahwa apakah hal itu benar adanya atau benarkah kita selemah itu? Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.

Tahukah Anda bahwa gajah yang sangat kuat bisa diikat hanya dengan seutas tali yang terikat pada sebilah pancang kecil? Gajah sudah akan merasa dirinya tidak bisa bebas jika ada “sesuatu” yang mengikat kakinya, padahal “sesuatu” itu bisa jadi hanya seutas tali kecil…

Pernahkah Anda bertanya kepada diri Anda sendiri bahwa Anda bisa “melompat lebih
tinggi dan lebih jauh” kalau Anda mau menyingkirkan “penjara” itu? Tidakkah Anda ingin membebaskan diri agar Anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini Anda anggap di luar batas kemampuan dan pemikiran Anda?

Sebagai manusia kita berkemampuan untuk berjuang, tidak menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami. Karena itu, teruslah berusaha mencapai segala aspirasi positif yang ingin Anda capai. Sakit memang, lelah memang, tapi jika Anda sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Pada dasarnya, kehidupan Anda akan lebih baik kalau Anda hidup dengan cara hidup pilihan Anda sendiri, bukan dengan cara yang dipilihkan orang lain untuk Anda

KISAH POHON APEL

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu.

Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu.
"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk
membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang, tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu. "Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi, "kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah.

Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih lagi.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi denganku," kata pohon apel.
"Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah. "Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah
apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu, "jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring dipelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang. "Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.


Ini adalah cerita tentang kita semua.

Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.
Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita. Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan. Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya, dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

UN DAN REKAYASA IMAJINASI EDUKASI

Kembali anak didik jenjang pendidikan menengah disibukkan dengan penyelenggaraan Ujian Nasional. Proyek barometer” kualitas pendidikan nasional akan terselenggara pada akhir maret 2010. Berbagai persiapan menyongsong UN dilakukan baik oleh kalangan siswa (anak didik) yang akan menjadi “objek” berbagai materi soal UN yang dikembangkan BSNP (badan Standar Nasional pendidikan), serta unsur pelaksana teknis UN.
Tak luput UN yang dianggap sakral oleh pemegang policy pendidikan akan melibatkan unsur aparatus keamanan, untuk mencegah praktek kecurangan pra pelaksanaan UN. UN memang seolah menjadi “hari penghakiman” yang menentukan lulus tidaknya siswa yang selama 3 tahun menjalani proses kegiatan belajar-mengajar. UN juga menjadi instrumen politis pendidikan, yang merebut “hak profesional” guru dalam tugas evaluasi kegiatan belajar-mengajar.
Pelaksanaan UN sendiri ibaratnya sebuah kegiatan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Menjadi peristiwa yang menarik minat para investor konsultan pendidikan, untuk mendirikan berbagai lembaga kursus dan institusi bimbingan pendidikan yang menawarkan strategi jitu penyelesaian soal-soal UN secara mudah, praktis kepada para siswa. Lembaga bimbingan pendidikan yang menjamur dari kota besar sampai pelosok desa telah mengakhiri proses autentik fungsi edukasi guru terhadap para siswanya.
UN 2010 bagi pemegang “mandat” politik pendidikan, tetap dikedepankan sebagai sarana meningkatkan mutu pendidikan nasional. Grade standar nilai kelulusan yang ditingkatkan, akan memiliki dimensi signifikansi untuk menentukan bahwa mayoritas generasi pembelajar di negeri ini meningkat kualitasnya apabila mampu lulus dalam UN.
Kiblat standar nilai kelulusan UN sedapat mungkin dikomparasikan dengan standar kelulusan UN dinegara lain, yang dianggap maju selangkah dibanding Indonesia. Meskipun logika berfikir demikian jelas salah kaprah dipandang dari filosofi pendidikan yang memiliki muatan kompetensi. Pendidikan yang berkompetensi menghasilkan alumni yang menguasai disiplin ilmu pengetahuan dan memiliki kecakapan akademik yang memiliki relasi sosial dan relasi ekonomi. Nah, bisakah disebut berkualitas apabila soal-soal UN yang sifatnya teoritik menjadi penanda tentang kecerdasan kolektif siswa. Apalagi model dan karakter soal UN telah dipelajari serta dicarikan jalan mudah penyelesaiannya
melalui kegiatan belajar ekstra diluar sekolah?
UN 2010 ini tetaplah dibayangi aneka kecurangan. Kecurangan yang sifatnya sistemik, personal, dan kultural. kecurangan sistemik bisa terjadi diberbagai lini dan aktivitas penyelenggaraan UN. Kecurangan personal bisa dilakukan oleh para siswa yang menjadi “objek” dari UN atau para guru yang tidak tega anak didiknya untuk tidak lulus dalam UN. Kecurangan kultural bisa dilakukan multipihak yang ingin adanya kelulusan 100 % bagi siswa dengan berbagai motivasi.
UN sendiri yang “dipaksakan” dilaksanakan meski ada keputusan MK yang melarang penyelenggaraan UN, dalam pembacaan metodologi berfikir bisa dikatakan sebagai “rekayasa imajinasi edukasi”. Sebuah rekayasa untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan imajinasi yang tidak memiliki logika dialektis yang ditopang oleh data kebermanfaatan.
Sebagai rekayasa Imajinasi edukasi, UN mengandaikan tentang “moral” keberhasilan. Moral keberhasilan yang harus dicapai siswa dalam meluluskan diri dari limit standar kelulusan UN. mereka yang lulus UN dianggap bermoral, dalam label pelajar yang cerdas dan pintar. Pelajar yang menguasai materi bahan ajar yang selama 3 tahun
diajarkan disekolah.
UN juga menciptakan sebuah berfikir khayali bahwa mutu pendidikan nasional akan meningkat apabila standar kelulusan meningkat dan UN terselenggara dengan “jujur, bersih, dan bebas kecurangan”. Benarkah demikian? jelas tidak! Karena UN adalah memainkan prinsip kecurangan karena ada diskriminasi. Karena siswa dari keluarga miskin
yang tidak bisa mendapatkan materi ekstra pembelajaran dilembaga tentor belajar harus bersaing dengan siswa dari keluarga mampu yang bisa berlatih soal dan mendapatkan fasilitas training pengerjaan soal.
UN juga mengkompetisikan antara sekolah dipelosok desa yang mayoritas siswanya belajar dengan fasilitas sederhana dengan sekolah berlabel unggulan yang memiliki sarana pembelajaran yang canggih. UN juga tidak melibatkan peran guru dalam merumuskan pola dan karakter soal teoritik yang mengabaikan kecakapan non teoritik siswa.
Bisa diprediksikan sebagai rekayasa imajinasi edukasi UN yang akan dijalani para pembelajar, hanya menghasilkan capaian angka statistik keberhasilan yang semu. Keberhasilan dari prosentase angka kelulusan yang belum tentu siap bersaing dilevel kecakapan akademik skala global.
produk UN boleh jadi adalah kebanggaan dan eksistensi palsu tentang “kepintaran”. kepintaran mengerjakan soal, namun bukan proses menjadi pintar yang mengintelektual. Akhirnya selamat terselenggara UN, dan bagi siswa-siswa “objek’ UN kerjakanlah UN dengan hati serta segala kerja keras belajar. Belajar memahami jawaban atas serangkaian
soal teoritik yang dihadapi.

ANTARA AKU DAN PRESIDENMU

Untuk siapa dan untuk apa perjuanganmu memakzulkan Presiden?
Agar dia jatuh dan kemudian seekor buaya lain duduk di singgasananya?
Ataukah kau berpikir itu untuk reformasi dan demokratisasi di negaramu ini?

Pikirkan ulang dengan sebaik-baiknya.
Apakah yang kau maksudkan dengan reformasi dan demokratisasi?
Apakah kau pikir itu akan merubah hidupmu, menjadikan kesejahteraanmu semakin baik, atau engkau akan diperlakukan adil dalam kerja, aktifitas dan ketika diadili?

Apakah yang engkau cari dari reformasi dan demokratisasi?
Cukupkah itu ketika engkau hanya berharap agar kehidupanmu lebih baik di masa depan?

Aku katakan kalaulah Soeharto hidup kembali, menjanjikan dan lantas betul-betul memberikan kehidupan engkau yang lebih baik dari sekarang, apakah engkau akan mengikutinya?

Pikirkankanlah ulang kembali, baik-baik, apakah yang engkau maksudkan dengan memakzulkan Presiden.

Oh, mungkin engkau mengira, kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadi lebih jujur, lebih memihak rakyat banyak, menjadikan orang-orang miskin terjamin dan punya harapan untuk hidup dan mengais rezeki. Betulkah itu? Kau pikir, makzulnya Presiden itu akan menjamin itu?

Atau seandainya, gara-gara makzulnya Presiden, itu semua terjadi, lantas apa selanjutnya?

Oh, mungkin juga engkau bermaksud revolusi, mengubah semua tatanan dalam bingkai hitam putih, buruk dan baik. Apakah yang engkau maksudkan dengan revolusi itu, wahai sahabatku? Apakah yang akan terjadi kepada dirimu setelah itu revolusi itu terjadi.

Oh, mengapa engkau menjawab, dirimu itu tak penting, melainkan hiduplah yang penting? Ketika engkau melihat orang lain berbahagia, itulah keutamaan, katamu. Dan engkau mengatakan, kebahagian orang lain adalah kebahagiaan dirimu.

Maha suci Tuhan, maha besar dia, karena aku mendengar keluhan di balik kata-katamu. Aku merasakan rintihan kalau engkau pun ingin bahagia. Engkau rupanya ingin agar orang lain pun bisa turut membahagiakanmu.

Sahabat, lihatlah lagi dalam-dalam dirimu. Setelah itu, marilah kita berbincang-bincang lagi soal memakzulkan Presidenmu.